Kasus Ayah Gauli Anak Dilapor ke Polisi, Camat Amonggedo Segera Gelar Mosehe Wonua

Camat Amonggedo saat melapor ke Mapolres Konawe.

OKEKABAR.COM, KONAWE – Kasus ayah yang dengan tega menggauli anak kandungnya sendiri di Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara kini telah dilapor ke pihak Kepolisian, Senin (8/5/2023).

Camat Amonggedo, Hj. Megawati mengungkapkan, setelah mendapat perintah menyelesaikan kasus tersebut dari Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa (KSK), ia langsung bergegas ke Polsek Pondidaha (wilayah hukum Kecamatan Amonggedo). Karena tak berjumpa dengan Kapolsek setempat, ia pun langsung ke kediaman Wakapolsek Pondidaha, Ipda Muhammad Salim Zainal Ahuddin.

Camat Amonggedo, Megawati bertemu Wakapolsek dengan didampingi kepala desa yang warganya terkait dengan kasus tersebut.

“Pak bupati tekankan supaya kasus ini dilapor ke Polisi. Malam ini kami sudah bertemu Wakapolsek agar kasus ini diproses hukum,” ungkapnya.

Selain membawa kasus itu ke jalur hukum, Mega sapaan akrab Camat Amonggedo itu juga akan menyelesaikan tugas lain yang diperintahkan Bupati KSK, yakni Mosehe Wonua. Mosehe Wonua sendiri merupakan ritual adat Suku Tolaki, untuk membersihkan atau mensucikan kampung, sehingga terhindar dari bala.

“Malam ini atau besok pagi saya akan bertemu dulu dengan Puutobu (kepala adat, red) untuk bicarakan terkait Mosehe Wonua. Satu, dua, hari ini kita akan laksanakan Mosehe,” tandas Mega.

Untuk diketahui, seorang ayah di Amonggedo tega menghamili anak dan kini telah melahirkan. Pelaku merupakan warga Kecamatan Besulutu yang menikah dengan warga Amonggedo. Diketahui juga kalau istri pelaku sejak lama mengalami gangguan psikologi.

Kejadian itu pun membuat Bupati Konawe geram. Ia memerintahkan camat setempat untuk segera dilakukan ritual Mosehe Wonua. KSK berharap, Konawe khususnya Amonggedo bisa terhindar dari bala, sehingga bisa menjadi daerah yang diberkahi Tuhan yang Maha Esa.

Untuk diketahui, dikutip dari Wikipedia, Mosehe (pensucian) adalah tradisi suku Tolaki yang dilaksanakan dalam skala besar dan diikuti oleh seluruh masyarakat. Mosehe berasal dari dua kata yaitu Mo dan Sehe yang memiliki arti melakukan sesuatu yang suci, sehingga tradisi ini bertujuan untuk mensucikan daerah dan menolak bencana dan akan dilaksanakan apabila ada suatu peristiwa yang menimpa negeri atau fenomena alam yang merugikan manusia, misalnya terjadi bencana alam, gagal panen, timbulnya wabah penyakit, keributan antar kehidupan manusia yang menimbulkan permusuhan dan kekacauan.

Pada zaman dahulu, fungsi tradisi Mosehe itu sendiri adalah sebagai salah satu bentuk penyelesaian konflik pada masyarakat Tolaki yang dipengaruhi oleh pombetudaria (sumpah) oleh nenek moyang mereka. Selain itu ritual adat Mosehe adalah harapan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa (Ombu) berkenan menerima upacara ini untuk kepentingan keselamatan dan kemaslahatan orang banyak.

Suku Tolaki dan Mekongga memiliki salah satu tradisi Mosehe yaitu ‘Mosehe Wonua’ atau Pensucian kampung yang telah dilakukan sejak abad ke-13 di masa Kerajaan Mekongga. Ritual Mosehe Wonua dilakukan saat dua kerajaan melakukan peperangan dan untuk menyucikan situasi atau semua dosa dari pertikaian dan dendam maka raja di Mekongga melakukan upacara Mosehe Wonua. Tradisi ini terus dipertahankan hingga raja-raja berikutnya yang bertahta.

Editor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *