OKEKABAR.COM, JAKARTA -World Bank (Bank Dunia) baru saja menyetujui pinjaman baru sebesar 500 juta dollar AS yang diajukan pemerintah Indonesia.
Utang baru Indonesia dipakai demi memperkuat sistem kesehatan nasional.
Seperti penambahan tempat isolasi pasien virus corona (Covid-19), tempat tidur rumah sakit, penambahan tenaga medis, lab pengujian.
Serta peningkatan pengawasan dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi.
Kemudian, pinjaman dari Bank Dunia akan dipakai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memperluas program vaksinasi Covid-19.
Sehingga total utang baru yang ditarik Indonesia selama Juni 2021 dari Bank Dunia mencapai sebesar 900 juta dollar AS atau setara dengan Rp13,04 triliun (kurs Rp 14.480).
“Selain mendukung vaksinasi gratis dari pemerintah, utang ini membantu sistem kesehatan Indonesia menjadi lebih baik dan memperkuat sistem pengawasan melalui pengujian dan pelacakan kasus-kasus baru Covid-19,” jelas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dikutip dari laman resmi Bank Dunia, Sabtu (19/6/2021).
Dana pinjaman juga akan dialokasikan untuk penanganan dan pencegahan varian virus baru dari virus corona.
Masih dikutip dari laman Bank Dunia, pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa program vaksinasi gratis akan menjangkau 181,5 juta orang berusia dewasa.
Menurut pengamat ekonom, tambahan utang baru saat sekarang tidak tepat.
Sebab saat ini beban bunga utang diperkirakan naik menjadi Rp373 triliun per tahun atau setara 25 persen penerimaan pajak.
Keringanan bunga pinjaman Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, kebijakan penarikan utang baru belum tepat.
Ketimbang menambah utang baru, justru harusnya dilakukan adalah mengajukan fasilitas penghapusan pokok pinjaman atau keringanan bunga pinjaman kepada kreditur seperti Bank Dunia.
“Jelas kurang pas. Penambahan utang sebaiknya dilakukan secara hati-hati,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/6/2021) siang.
Utang tersebut memiliki implikasi, terlebih dalam kurs asing terhadap beban bunga dan pokok yang harus dibayar.
Pada saat ini, beban bunga utang diperkirakan naik menjadi Rp 373 triliun per tahun atau setara 25 persen penerimaan pajak.
“Apalagi proyeksi Rupiah melemah akibat taper tantrum maka beban bunga utang pinjaman luar negeri akan naik signifikan,” jelas dia.
Komitmen Bank Dunia dan IMF Bhima menuturkan, IMF dan Bank Dunia berkomitmen mengurangi beban utang negara-negara terdampak pandemi Covid-19.
Komitmen itupun didukung pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres yang meminta kepada para kreditur agar utang negara berpendapatan menengah untuk ditunda pembayarannya hingga 2022.
Bhima mengatakan, Indonesia saat ini juga turun kelas dari negara berpendapatan menengah atas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah karena pandemi.
“Karena turun kelas (downgrade) maka Indonesia masuk dalam kategori negara yang pembayaran utangnya bisa ditunda,” kata dia.
“Langkah ini bisa dimulai membuka renegosiasi utang mirip seperti Paris Club atau skenario debt swap. Debt swap yakni menukar utang yang ada dengan program. Seperti Jerman soal pendidikan dan Italia soal rekonstruksi pasca-bencana tsunami Aceh,” ujar Bhima.
Menurut Bhima, pandemi Covid-19 merupakan sebuah bencana yang seharusnya menjadi kesempatan untuk mengurangi beban utang, bukan sebaliknya.
Jokowi Diprediksi Wariskan Utang Rp10.000 Triliun
Utang pemerintah terus bertambah saat pandemi Covid-19.
Hingga April, Kementerian Keuangan mencatat utang mencapai Rp6.527,29 triliun.
Angka ini diperkirakan terus bertambah hingga akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Pakar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, utang badan usaha milik negara (BUMN) perbankan dan nonperbankan pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai Rp2.143 triliun.
“Jumlah utang publik sekarang mencapai Rp8.504 triliun. Saya perkirakan akhir periode, pemerintahan ini akan mewariskan lebih dari Rp10.000 triliun kepada presiden berikutnya,” katanya dikutip melalui keterangan pers, Kamis (3/6/2021).
Dijelaskan Didik pada 2019 utang yang diputuskan di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp921,5 triliun.
Diperuntukkan membayar bunga, pokok, dan sisanya menambal kebutuhan defisit.
Tahun 2020, rencana utang ingin ditekan menjadi Rp651,1 triliun agar APBN kelihatan apik.
Namun, krisis dan pandemi mengharuskan utang tahun 2020 dinaikkan hampir 2 kali lipat menjadi Rp1226 triliun.
Perubahan-perubahan itu ungkap Didik, mencerminkan perilaku labil dan seenak sendiri dari penguasa.
Akibatnya, setiap tahun kewajiban pembayaran utang pokok dan bunga plus cicilan utang luar negeri pemerintah yang tidak termasuk swasta pada 2020 mencapai Rp772 triliun.
Sementara itu, pembayaran utang dari kantong APBN ke depan bisa bergerak cepat menuju Rp1.000 triliun dalam waktu tak lama.
“Saya ingin mengingatkan, gabungan masalah APBN ini ditambah kepercayaan publik merosot maka krisis bisa terjadi. Karena itu, kemuingkinan krisis harus dicegah dengan menguatkan kembali APBN agar hati-hati dalam perencanaannya dan mengembalikan lagi pertumbuhan di atas tingkat moderat,” katanya.
Reporter: P11
Editor: Redaksi